.showpageArea a { text-decoration:underline; } .showpageNum a { text-decoration:none; border: 1px solid #cccccc; margin:0 3px; padding:3px; } .showpageNum a:hover { border: 1px solid #cccccc; background-color:#cccccc; } .showpagePoint { color:#333; text-decoration:none; border: 1px solid #cccccc; background: #cccccc; margin:0 3px; padding:3px; } .showpageOf { text-decoration:none; padding:3px; margin: 0 3px 0 0; } .showpage a { text-decoration:none; border: 1px solid #cccccc; padding:3px; } .showpage a:hover { text-decoration:none; } .showpageNum a:link,.showpage a:link { text-decoration:none; color:#333333; }

Jumat, 17 Januari 2014

GOA MARGO TRISNO

Goa margo trisno merupakan salah satu tempat wisata populer di Kabupaten Nganjuk. Tempat ini menyuguhkan pemandangan yang masih sangat alami, dimana lokasi gua ini berada ditengah hutan yang masih sangat terjaga keasrianya. goa ini teletak di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngluyu, Kabupaten Nganjuk. Goa ini sangat ramai pada hari libur sedangkan pada hari-hari biasa jumlah pengunjung relatif sedikit. Banyak pengunjung yang datang karena penasaran, atau ingin menikmati panorama alami yang disajikan mengingat diasana udaranya sangat sejuk dan nyaman selain itu banyak juga pengunjung yang memiliki tujuan tertentu seperti ingin bersemedi, mencari ketenangan jiwa ataupun mendapatkan kebahagaanya kembali mengenai rumah tangga maupun cinta kasihnya.
  • Letak geografis dan akses menuju lokasi                                                                                       Gua Marga Tresno terletak di Desa Sugihwaras Kecamatan Ngluyu sekitar 35 Km arah utara dari pusat kota Nganjuk. Untuk mencapai lokasi jika dicapai dengan kendaraan umum bisa dicapai dengan angkutan umum colt sampai ke pasar Ngondang untuk perjalanan berikutnya bisa dilanjutkan dengan naik ojek. Tapi pada umumnya para pengunjung menggunakan kendaraan pribadi baik motor maupun mobul karena mengingat lokasinya lumayan jauh dari keramaian. Jalan menuju lokasi joga sudah teraspal mulus sehingga ini memudahkan pengunjung untuk mencapai lokasi.
  • Biaya retribusi                                                                                                                                    Untuk retribusinya pada hari libur kita harusmembayar Rp.6000 per orang, untuk parkir Rp.2000 per kendaraan, untuk  masuk ke Lokasi gua Rp.2000 per orang dan ketika masuk kolam renang sudah pasti kita harus membayar lagi. Tetapi untuk hari biasa saya yakin biaya tersebut pasti diturunkan.
bagian dalam goa
  • Keadaan Goa Margo Trisno dan fasilitas yang tersedia  
     
    Dari pintu masuk tempat wisata untuk menuju lokasi gua kita masih harus berjalan mendaki anak tangga memasuki hutan sejauh kurang lebih 650m dan di samping kanan kiri anak tangga tersebut masih merupakan hutan Alami yang ditumbuhi pohon-pohon besar dan sulurnya yang sepertinya telah berumur ratusan tahun.Sedangkan Kondisi guanya sendiri  Cukup memadai untuk dimasuki, pada jalur yang telah dibuka untuk masyarakat umum sudah dilengkapi anak tangga. Namun untuk jalur yang masih tertutp terdapat bau kotoran kelelawar yang sangat menyengat, selain itu juga anda akan mendengar bunyi-bunyi kelelawar.   Adapun fasilitas di sana cukup lengkap dimulai dari lahan parkir yang luas, mushola, kamar mandi, dan kolam renang Argo mulyo  yang menngunakan sumber  air alami.                                                                                              
  • Legenda Goa Margo Trisno
    Mitos atau legenda yang hidup di masing-masing kawasan di sekitar wilayah Ngluyu, pada dasarnya tidak bisa dilepas-kan dari daya linuwih yang dimiliki oleh para tokoh yang berada dan bertempat di wilayah tersebut. Menurut pemaparan dari Bapak Sarjito (51) Juru Kunci gua, pada masa perang Pajang, kawasan Gua Margo Tresno – Umbul Argomulyo (dulu disebut Ubalan) merupakan tempat persembunyian dan berada di bawah pengamanan pung-gowo yang bernama Tlimah. Seorang punggowo yang paling muda yang dikenal jagoan dan memiliki kesaktian dengan tugas utama untuk menjaga, menahan, menolak, memerangi dan melindungi dari segenap ancaman dan marabahaya agar tetap tercipta kehidupan yang aman dan damai dalam kehidupan sehari-hari. Berkat sawab linuwih yang dimiliki punggowo Tlimah ini, Guo Margo Tresno – Umbul Argomulyo ini kemudian tumbuh dan hidup sebuah kepercayaan bahwa kawasan ini merupakan kawasan yang sangat manjur dan paling tepat untuk melakukan kegiatan “lamun-lamun”. Terutama untuk kegiatan olah rasa dan olah pikir. Mulai mencari inspirasi, mencerahkan hati, niat, pikiran, dan membangun kembali ikatan kebahagiaan, serta kedamaian hati. Ter-masuk dalam urusan cinta kasih dan kebahagiaan hidup berumah tangga. Oleh karena itu dikawasan ini hidup pula sebuah mitos : “ bahwa kalau bahtera kehidupan rumah tangga rusak atau dirusak orang, apabila datang dan berdoa di kawasan Guo Margo Tresno – Umbul Argomulyo, maka doa mereka akan mudah terkabul”.
    Mitos tersebut diperkuat dengan sebuah legenda kehidupan keluarga seorang petani yang memiliki anak bernama Djoko Drono, dengan kisah cerita seperti dituliskan kembali oleh R. Soewondo (1997) sebagai berikut : Konon kata sahibul hikayat pada zaman dulu didesa Sugihwaras Ngluyu ada seorang petani bernama Kertojoyo yang hidup rukun dengan istrinya bernama Dinem. Di desa ini Kertojoyo terkenal sebagai petani yang rajin, tekun, sederhana dan jujur. Diceritakan, Kertojoyo mempunyai anak laki-laki semata wayang berwajah tampan diberi nama Joko Drono. Konon ketika Joko Drono menginjak dewasa, Kertojoyo dan istrinya berkeinginan agar anaknya segera mempunyai istri. Pada suatu hari , Kertojoyo memanggil Joko Drono. Kepada anaknya Kertojoyo berkata : “Joko Drono anakku yang kusayangi, bapak dan embokmu akan senang dan berbahagia bila engkau segera punya istri, bapak dan embokmu berharap segera momong cucu.
    Karena itu bapak dan embokmu berharap engkau dapat mengerti dan menuruti keinginan bapak dan embokmu.” Joko Drono dengan jujur menjawab : “Bapak dan embok, saya rasa harapan ayah dan embok itu bagi saya adalah seperti peribahasa pucuk dicinta ulam tiba. Sebenarnya sudah agak lama saya akan memberitahu bapak dan embok, tetapi saya malu dan takut. Oleh karena bapak dan embok telah membuka jalan, terus terang memang saya sudah ingin punya istri dan sudah punya pilihan yaitu Yuwati anak paklik ( paman ) Marto di Desa Gampeng. Bapak dan embok juga sudah kenal dengan paklik Marto. Saya ingin segera beristri, tetapi pilihan saya hanya satu yaitu Yuwati.” Mendengar jawaban anaknya tersebut, Kertojoyo dan Dinem sangat senang dan setuju mempunyai calon menantu Yuwati yang cukup cantik.
    Pada suatu hari Kertojoyo dan istrinya datang ke rumah Marto di Desa Gampeng untuk melamar Yuwati. Antara Kertojoyo dan Marto tercapai kata sepakat dan selanjutnya tinggal menentukan hari yang baik untuk pernikahan Joko Drono dan Yuwati. Diceritakan pada hari yang baik telah ditentukan Marto untuk mengadakan perhelatan pernikahan anak-nya yaitu Yuwati dan Joko Drono. Upacara pernikahan berlangsung lancar tanpa halangan apapun.
    Konon dikisahkan perkawainan Joko Drono dengan Yuwati tidak mem-bawa kebahagiaan. Karena antara Joko Drono dan istrinya tidak dapat rukun sebagaimana yang diharapkan. Bahkan Joko Drono meskipun sudah menjadi suami Yuwati, namun tidak hidup serumah dengan Yuwati dan tetap tinggal di rumah orang tuanya. Sedangkan Yuwati juga tetap berada di rumah orang tuanya sendiri. Melihat kenyataan ini, baik orang tua Yuwati maupun orang tua Joko Drono sangat sedih. Hari kehari, bulan kebulan keadaan tidak berubah. Joko Drono dan Yuwati tetap belum dapat rukun. Karena itu Kertojoyo berusaha mencari pertolong-an kepada orang-orang pintar, antara lain ke Tuban, Bojonegoro, dan Jombang. Namun, semuanya tidak membuahkan hasil. Joko Drono sebenarnya sangat sedih dan malu, karena apa yang dicita-citakan ternyata tidak terwujud. Namun dibalik itu dengan penuh ke-sabaran, ia tetap menanti dan menanti sampai kapanpun. Bahkan ia bersumpah lebih baik mati daripada hidup tanpa Yuwati. Karena itu siang malam ia selalu memohon kepada Tuhan agar cita-citanya terkabul. Tersebut dalam cerita, pada suatu hari ketika perkawinannya dengan Yuwati genap 1 tahun, Joko Drono pamit kepada orang tuanya pergi ketengah hutan dengan maksud bersemedi secara penuh, mohon kepada Tuhan. Menjelang Subuh ketika Joko Drono telah tiga hari tiga malam bersemedi di tengah hutan, ia menerima wisik bahwa perkawinannya akan mendapatkan kebahagiaan bila ia dan Yuwati bersama-sama mau masuk ke sebuah goa yang ada di Desa Sugihwaras dengan syarat memilih hari yang baik dan dilaksanakan pada pagi hari sebelum jam 10.00.
    Dikisahkan setelah mendapatkan wisik tesebut, Joko Drono segera pulang dan menceritakan kepada orang tuanya. Setelah Kertojoyo dan istrinya mendengar cerita anaknya, hatinya senang dan segera menghubungi besannya (Marto). Singkat-nya kedua belah pihak setuju dan diputus-kan akan dilaksanakn pada Hari Jum’at Kliwon. Pada hari yang telah menjadi kesepakatan tersebut, Joko Drono dan Yuwati dengan pakaian pengantin diantar oleh orang tuanya disertai sanak keluarga bersama-sama pergi ke goa. Setelah tiba di Goa , Joko Drono dan Yuwati bersama-sama masuk, sedang yang lain menunggu diluar.
    Beberapa saat kemudian Joko Drono dan Yuwati keluar dari goa. Sungguh suatu keajaiban tidak seperti sebelumnya Joko Drono dan Yuwati ber-gandengan tangan dengan mesra, wajah tampak berseri-seri dan selalu tersenyum. Menyaksikan Joko Drono dan Yuwati yang tampak rukun dan mesra itu, semua yang menunggu di luar goa sangat heran. Orangtua Joko Drono dan orangtua Yuwati sangat gembira dan bersyukur. Selanjutnya pasangan tersebut segera diantar pulang ke rumah Marto. Pada malam harinya sebagai ungkapan rasa syukur, Marto mengadakan pementasan Seni Tayub. Kertojoyo dan istri juga hadir disamping undangan tamu-tamu lainnya. Konon diceritakan sejak saat itu Joko Drono dan Yuwati menjadi pasangan suami istri yang serasi, rukun dan bahagia. Dan sejak saat itu pula masyara-kat Sugihwaras percaya bahwa atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, goa yang ada di Desa Sugihwaras itu membawa berkah kerukunan dan kecintaan bagi pengantin yang tidak dapat rukun. Karena itu masya-rakat memberi nama goa tersebut” Margo Tresno”. Artinya , goa yang memberi jalan terpadunya cinta kasih.

Selasa, 29 Oktober 2013

Monumen Dokter Soetomo

Monumen Dokter Soetomo merupakan sebuah bangunan yang didedikasikan untuk menghormati jasa Pahlawan Nasional yaitu Dr. Soetomo. Monumen ini terletak di Desa Ngepeh, Kecamatan Berbek, Kabupaten Nganjuk. Desa Ngepeh merupakan desa kelahiran Dr. Soetomo bahkan menurut orang sekitar ari-ari atau plasenta beliau di kubur tepat di bawah patung Dr. Soetomo yang terletak di kompleks monumen tersebut.
Bangunan ini memiliki luas 3,5ha, menurut warga sekitar, lokasi ini dulunya adalah milik nenek dari Dr.Soetomo sendiri. Kompleks bangunan ini terdiri dari satu pendopo induk, di sebelah kanan pendopo induk terdapat satu pendopo kecil sedangkan di sebelah kiri terdapat bangunan museum yang berisi beberapa barang yang berhubungan dengan Dr. Soetomo ketika masih berkiprah dalam bidang politik dan medis kala itu. Berikut rincian bangunan yan terdapat dalam komplek monumen ini
1. Patung Dr. Soetomo
Patung menghadap ke selatan menggambarkan Dr. Soetomo dalam posisi duduk dan sedang membuka buku. Tinggi keseluruhan patung yang terbuat dari semen ini kurang lebih 4 meter. Di bawah patung terdapat kata-kata bijak dari Dr. Soetomo: “Di Indonesia tempat kita, Di sana tempat berjuang kita, Di sana harus ditunjukkan keberanian, keperwiraan dan kesatriaan kita, Terutama sekali kecintaan kita pada nusa dan bangsa. Marilah kita bekerja di sana. Di tanah tumpah darah kita”.
 
patung Dr.Soetomo
2. Pendopo Induk
Bangunan pendopo induk yang berukuran 20x20 m ini melatarbelakangi patung utama Dr. Soetomo. Bangunannya berbentuk joglo tanpa dinding, sehingga di tempat ini terasa sejuk dan nyaman.
Tempat yang luas dan nyaman tersebut pada hari-hari tertentu digunakan untuk pertemuan, seperti pertemuan pramuka, pemuda, karang taruna, dan lain-lain. Sedangkan sehari-harinya digunakan sebagai tempat rekreasi bagi para muda dan anak-anak sekolah.

Pendopo Induk

3.Bangunan Pingitan
Bangunan pringgitan ada 2 buah, masing-masing berukuran 6x12 m. Posisi bangunannya agak ke belakang di samping kanan dan kiri bangunan induk. Bangunan pringgitan di sebelah timur dibiarkan terbuka (tanpa dinding), sedangkan di sebelah barat atas rintisan Prof. Dr. Moh. Illias (Kepala UDF Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo, Surabaya) dijadikan museum untuk benda-benda peninggalan Dr. Soetomo. Bangunan pringgitan yang kemudian dijadikan museum ini menghadap ke selatan membujur timur barat.

Bangunan Pingitan Timur

Bangunan Pingitan Barat
Uraian Singkat Tentang Dokter Soetomo
Soetomo dilahirkan di Desa Ngepeh, Kabupaten Nganjuk, pada tanggal 30 Juli 1888. Ia adalah putra pertama pasangan Raden Soewadji dan Raden Ayu Soedarmi. Ayah Soetomo tidak dapat setiap hari menunggui putranya di Ngepeh karena pekerjaannya sebagai pegawai negeri di Jombang. Setelah bayi Soetomo dianggap cukup kuat, ibunya kemudian kembali ke Jombang untuk mendampingi suaminya, sedangkan Soetomo diasuh oleh nenek dan kakeknya di Ngepeh.
     Sebagai cucu pertama yang hidup bersama kakek dan neneknya yang berkecukupan, Soetomo kecil amat dimanja. Pada saat usianya cukup untuk mulai bersekolah, Soetomo menolaknya karena masih lebih senang bermain bersama teman-temannya, dan bermanja-manja pada para abdi kakek dan neneknya di Ngepeh. Berbagai upaya membujuk Soetomo agar mau bersekolah dilakukan, dan akhirnya berkat dorongan pamannya, pada tahun 1896, Soetomo mau bersekolah. Saat itu Soetomo berusia 8 tahun. Ia disekolahkan di Bangil, Pasuruan, ikut pada keluarga Raden Hardjodipuro, pamannya tersebut. Soetomo bersekolah pada sekolah desa setingkat sekolah dasar di zaman sekarang.
      Di sekolah tersebut Soetomo mulai mengenyam pendidikan formal dan belajar menulis, berhitung, membaca, Bahasa Jawa, sedikit Bahasa Belanda, dan ilmu pengetahuan lainnya. Soetomo selalu menempati ranking teratas dan mampu menyelesaikan pendidikannya selama enam tahun. Ia lulus pada tahun 1912 di usianya yang 14 tahun lebih. Masa muda Soetomo diukir semakin gemilang saat usia 15 tahun, bersama 13 orang temannya masuk ke Sekolah Dokter (Stovia) di Jakarta pada tanggal 30 Januari 1903. Kemudian pada tahun 1907 bersama Dr. Wahidin Sudirohusodo memikirkan cara untuk memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia. Tokoh lain yang mendorong Soetomo menjadi salah satu tokoh pergerakan nasional adalah Dr. Douwes Dekker (Setyobudi), seorang peranakan Belanda.
     Pada tanggal 20 Mei 1908, Soetomo bersama kawannya mendirikan Boedi Oetomo, dan Soetomo diangkat menjadi ketuanya. Selanjutnya tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Selanjutnya Boedi Oetomo berkembang di kota-kota besar di Jawa seperti Bogor, Bandung, Magelang, dan Yogyakarta. Boedi Oetomo mengadakan Konggres I di Yogyakarta pada tanggal 3-5 Oktober 1908. Pada akhir tahun 1909, Boedi Oetomo telah mempunyai cabang dengan 10.000 orang anggota.
     Soetomo menamatkan Sekolah Dokter (Stovia) pada tahun 1911 dan memperoleh gelar Dokter Jawa. Ia dinas pertama kali di Semarang, kemudian dipindah ke Betawi. Setahun kemudian, yaitu pada tahun 1912, Dr. Soetomo dipindah ke Lubuk Pakam di Sumetera Timur. Pada tahun 1914 wabah pes yang masih belum reda itu mengharuskannya dimutasi ke Kepanjen Malang, kemudian ke Magetan. Dari Magetan pindah ke Baturaja, dan pada tahun 1917 dipindahkan ke Blora. Di Blora-lah Dr. Soetomo kemudian menikah dengan seorang perawat berkebangsaan Belanda bernama Evardina Johanna Broering, seorang janda yang ditinggal mati suaminya. Dialah yang menjadi teman hidup Dr. Soetomo sampai akhir hayatnya, meskipun pada awalnya pernikahan mereka sempat ditentang oleh teman-teman seperjuangan Dr. Soetomo karena kuatir akan mengingkari cita-cita perjuangannya. Bakti Evardina yang tulus serta dukungan terhadap semua aktivitas perjuangan Dr. Soetomo membuatnya semakin mencintai istrinya. Bagi Dr. Soetomo, tidak ada wanita lain di hatinya. Evardina adalah segalanya.
     Pada tahun 1919 Dr Soetomo menempuh tugas belajar di Universitas Amsterdam. Di negeri Belanda tersebut Dr. Soetomo aktif dalam Perhimpunan Indonesia dan menjadi ketuanya, serta mengikuti Pergerakan Kebangsaan Indonesia. Pada tahun 1923 Dr Soetomo dapat menamatkan pendidikannya dan memperoleh Diploma Europeech Aertsen sebagaimana yang dicita-citakannya selama bersekolah di STOVIA. Sebelum kembali ke Indonesia, guna lebih memperdalam ilmunya, untuk sementara waktu Dr. Soetomo bekerja pada Prof. Mendes da Costa di Amsterdam, kemudian menjadi asisten dalam Ilmu Dermatologi pada Prof. Dr. Unma di Hamburg, seorang guru besar yang amat terkenal di seluruh dunia. Dr. Soetomo juga memperdalam penyakit kulit dan kelamin pada Prof. Plaut di Weenen Paris, setelah itu barulah beliau pulang ke Indonesia dan menetap di Surabaya.
     Di tahun 1934, tepatnya tanggal 17 Februari 1934, istri Dr. Soetomo meninggal dunia. Hal tersebut membuat Dr. Soetomo kehilangan pendorong utama dalam memimpin pergerakan kebangsaan Indonesia. Meski demikian, pada tanggal 11 Juli 1924, Dr. Soetomo masih mendirikan Pandu Bangsa Indonesia (Indonesische Studie Club). PBI selanjutnya mendirikan PPPKI bersama golongan politik lainnya. Pada 16 Oktober 1930, PBI yang diketuai Dr. Soetomo menjadi partai politik yang memperjuangkan kemerdekaan RI.
     Pada tahun 1935 diadakan fusi antara PBI dengan Boedi Oetomo yang dikeduanya diketuai oleh Dr. Soetomo, hingga terbentuklah Parindra. Pada bulan Maret 1936, Dr. Soetomo berkunjung ke luar negeri, antara lain ke Jepang, India, Mesir, Inggris, Belanda, Turki, Palestina, dan Semenanjung Malaka, guna studi banding dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Selanjutnya 15 Mei 1937 Parindra mengadakan Konggres dan Dr. Soetomo ditunjuk sebagai ketuanya.
     Pada 30 Mei 1938, setelah menderita sakit selama kurang lebih dua tahun, Dr. Soetomo meninggal dunia di Surabaya dalam usianya yang ke-50 tahun. Jenazahnya dimakamkan di halaman Gedung Nasional Indonesia, Jalan Bubutan, Surabaya. Pemakamannya dihadiri ribuan pelayat dari berbagai lapisan masyarakat, untuk memberikan penghormatan terakhir kepada pahlawannya, seorang pahlawan kemanusiaan yang berjuang menjadikan Bangsa Indonesia sebagai manusia bermartabat. 
Kondisi Sekarang
Dengan melihat nilai historis dari tempat ini sangat disayangkan sekali i kondisinya kurang terawat, hal ini terjadi karena banyaknya masyarakat yang kurang bisa menghargai perjuangan para Pahlawan tersebut. Contoh nyata dari sekian banyak pengunjung yang berkunjung di lokasi ini pasti sangat sedikit yang datang dengan tujuan menghargai perjuangan Dr. Soetomo, pasti kebanyakan mereka lebih bertujuan untuk mencari tempat refreshing saja. :-) hal itu memang tidak perlu dipermasahkan  karena setiap individu memiliki sudut pandang yang berbeda-beda terhadap sesuatu
Lokasi ini ramai dikunjungi oleh masyarakat sekitar di sore hari terutama pada hari minggu. Seperti pepatah dimana ada gula pasti ada semut  maka seperti itulah karena disini banyak orang berkunjung maka banyak pula pedagang-pedagang yang menjajakan barang dagangannya, jadi sembari bersantai anda bisa sambil menikmati secangkir kopi atau yang lainnya.




Senin, 16 September 2013

Air Merambat Roro Kuning


Air merambat Roro Kuning merupakan salah satu tempat wisata yang yang patut anda kunjungi ketika anda berkunjung ke Kabupatn Nganjuk. Keindahan air merambat yang berada di kaki gunung wilis ini cukup bisa memanjakan mata dan dapat melepas kepenatan anda karena udara dan panorama alam yang disajikan masih sangat asri dan alami.
Air merambat yang terletak pada ketinggian 600m diatas permukaan laut sungguh sangat exotic karena terbentuk dari tiga sumber mata air dan menyatu pada ujungnya membentuk trisula, di sekeliling air merambat tersebut merupakan hutan pinus sehingga menambah indahnya panorama yang ditawarkan.
(gambar kaskus) saat musim penghujan

(nganjuk exotic.blogspot.com) saat musim kemarau
Musim sangat berpengaruh pada debit air merambat ini, jika anda ingin menikmati debit air yang tinggi maka ada baiknya anda datang disaat musim penghujan. Namun sayang sekali beberapa waktu lalu di tempat wisata ini telah terjadi longsor sehingga sebagian bangunan mengalami kerusakan, bentuk air terjunnya pun juga mengalami perubahan tidak berbentuk trisula sempurna lagi seperti sedia kala.
setelah mengalami longsor sebelah kanan membentuk cerungan


Di tempat wisata ini memiliki fasilitas lengkap, dari tempat parkir yang cukup luas, toilet, kolam renang anak, bahkan ada kolam renang dewasa juga tetapi saat saya kesana masih belum di fungsikan, mushola, gazebo untuk istirahat, panggung hiburan dan greenhouse. Selain itu ada juga penangkaran kijang sehingga sambil bersantai kita bisa memberi makan hewan-hewan lucu tersebut.  Bagi anak-anak juga disediakan beberapa permainan.
Apa bila anda merasa lapar anda tidak perlu khawatir karena disana terdapat banyak warung-warung makanan dengan harga yang cukup besahabat. Selain warung-warung makan disana juga tersedia beberapa kios-kios souvenir  tapi sayangnya kios ini hanya buka saat-saat tertentu, yaitu dihari-hari libur dimana banyak sekali pengunjuk yang berdatangan dihari libur apalagi pada hari-hari libur tersebut di tempat wisata ini sering diadakan hiburan-hiburan seperti, orkes, seni jaranan dll.

Tempat wisata ini terletak sekitar 23km arah selatan dari kota Nganjuk. Akses untuk menuju lokasi tempat ini sangatlah lah mudah jika ditempuh dengan kendaraan pribadi karena infrastrukturnya sudah sangat baik, jalan-jalan cukup luas dan bagus. Selain dengan kendaraan pribadi lokasi ini juga bisa ditempuh dengan naik kendaraan umum yaitu mikrolet dari kota Nganjuk menuju desa Mbajulan tapi angkutan ini sekarang jarang beroperasi, untuk selanjutnya perjalanan bisa dilanjutkan dengan berjalan kaki ataupun nak ojek. Bisa juga ditempuh dengan naik bis Nganjuk-Kedir-Blitar yang biasa disebut dengan bis Kawan Kita lalu kita turun dibundaran Loceret kemudian kita bisa melanjutkan dengan naik ojek.

.

Untuk harga tiket masuk orang 4000, motor 2000 kalu untuk mobil saya tidak begitu memperhatikan kemarin. hehe

Air merambat ini bukanlah air terjun tunggal yang berada dikawasan ini, selain Rorokuning terdapat pula Air Terjun Ngunut setinggi ± 55 m, Air Terjun Pacoban Ngunut setinggi ± 95 m dan Air Terjun Pacoban Lawe setinggi ± 75 m. Jarak dari air terjun Roro Kuning menuju air terjun Pacoban Ngunut sekitar 4 km. Sedangkan untuk Coban Lawe dan Air Terjun Ngunut, harus berjalan kurang lebih 3 km lagi. Dan ketiga lokasi tersebut hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki.

Ada beberapa legenda yang dipercaya oleh masyarakat yang menjadi asal muasal nama Rorokuning ini, tetapi yang paling banyak diceritakan adalah mengenai putri raja Kediri dewi Sekartaji yang merupakan putri prabu lembu Amiseno yang menderita penyakit kulit, untuk menyembuhkan beliau mengembara dan bertemu dengan resi Darmo yang kemudian memberikan ramuan dan menyuruh dewi Sekartaji untuk mandi mandi di Air merambat tersebut. Saat itu dewi Sekartaji menggunakan nama Rorokuning sehingga air merambat tersebut diberi nama Rorokuning.